Iklan

Iklan

RUANG GELAP SUPRASTRUKTUR

Editor
6/12/20, 15:58 WIB Last Updated 2020-06-12T09:02:10Z

Oleh: @Fathur, mahasiwa Pascasarjana UNY.

Bima., TaroaInfo.Com- Produk pengetahuan bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengajaran tentang tata negara. Disana akan diajarkan tugas, fungsi, dan tanggung jawab masing-masing lembaga Negara biasa disebut Suprastruktur. Dalam struktur besar ini dibagi dalam tiga organisasi besar, Trias Politika. Trias politika, pembagian kekuasaan supaya tidak terjadi kekuasaan yang berpusat. Dimana rentetan sejarah umat manusia mulai dari Teokrasi, Oligarki, sampai pada Demokrasi. Demokrasi sistim kurang buruknya dari pada sistim lainnya. Dan untuk mencapai itu tidak terlepas melalui Partai Politik.

Melihat realitas yang dimana pendidikan politik yang begitu minim didapat oleh masyarakat. Pada saat inilah kaum muda harus berada ditengah-tengah masyarakat untuk menyebarkan ilmu pengetahuannya selama di kampus maupun dalam organisasi baik Intra maupun ektra. Ini mejadi bekal masyarakat untuk tidak asal memilih wakil rakyat atau Bupati yang tidak berkompeten yang hanya menambah permasalahan, baik tindakan korupsi secara berjamaah, dan ketidak pahaman menjalankan tanggung jawabannya, mengembang amanah.

Disamping itu kaum muda harus menjelaskan rentetan sejarah perombakan sistim pemerintahan, mungkin seperti sistim Teokrasi, yang dimana sistim pemerintahannya atas dasar  prinsip-prinsip Ilahi. Kata "teokrasi" berasal dari bahasa Yunani theos artinya tuhan dan kratein “memerintah”. Adalah sistem pemerintahan yang menjunjung dan berpedoman pada prinsip Ilahi. Ini akan menyebabkan sistim pemerintahan yang berpusat satu orang, Raja. Sehingga dalam memegang kendali Negara ia sendiri yang menentukan kuasa menentukan hajad hidup orang banyak.

Kemudian sistim Oligarki, bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Sistim ini lebih maju dari Teokrasi, dalam pemerintahan dikenalikan oleh sekelompok elit untuk menentukan hajad hidup manusia yang tinggal dalam suatu Negara.

Dari rentetan sistim di atas maka berkembanglah pemikiran para filsuf untuk merombak sistim pemerintahan, sebutlah John Lock (1632-1704) maupun Montesquieu (1689-1755). Mereka telah berjasa mengubah wajah pemerintahan yang dikuasai segelintir orang yang berpunya menjadi Demokrasi.

Sistim Demokrasi, pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara.

Mereka telah mengubah dalam Demokrasi menjadi tiga pembagian kekuasaan yang biasa disebut Trias Politika, tiga pembagian kekuasaan untuk menciptakan pemerintahan yang saling mengawasi, dan mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing dalam menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari sistim sebelumnya-Teokrasi dan Oligarki.

Ketiga pembagian kekuasaan tersebut biasa kita dengar: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Ketiga lembaga ini wajib dan diketahui oleh kita sebagai warga Negara Indonesia. Legislatif dan Eksekutif, dua lembaga ini menjalankan tugasnya hasil dari pemilihan umum yang akan dilaksanakan setiap sekali dalam lima tahun. Mereka ini adalah hasil dari utusan dari Partai Politik. Kemudian Yudikatif, mereka yang berada diwilayah peradilan dan menguji hasil rancangan perundang-undangan, sebutlah seperti: Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Yudisial, Ketiga lembaga ini para pelaksananya atas usulan Presiden dan disepakati ole Legislatif melalui fit and propeteks.

Ketiga jenis pemerintahan itu telah memberikan sumbangsinya dalam perjalananan umat manusia. Dari ketiga jenis ini menjadikan kita untuk terus berpikir supaya roda pemerintahan semakin baik.

Generasi muda merupakan generasi emas  yang akan menjadi pioner perubahan pada masyarakat. Ia menjadi penyambung lidah dikala wakil rakyat hanya datang, duduk, diam, dan duit. Apalagi ketika para politisi, bukan negarawan, maupun para pengurus partai tidak tuntas memberikan pendidikan politik kepada masyarakat yang dimana masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang masih awam, banyak tidak paham sejarah sistim pemerintahan, sistim pembuatan perundang-undangan, tugas dan tanggung jawab partai politik, aturan berpolitik atau memahami perundang-undangan.

Rendahnya pengetahuan sebagian besar tidak lepas dari sejarah kelamnya ketidakpecusnya pengurusan perputaran roda organisasi maha besar, Negara.

Meskipun Bapak Republik, Tan Malaka (1897-1949) mengungkapkan; tidak mesti adanya Parlemen. Apabila ada regulasi dibuat Eksekutif, ada organisasi massa yang akan  mengkanternya. Realitas pun terjadi, mestinya parelemen menggonggongi tindakan eksekutif melakukan penyimpangan, malah sebaliknya kita saksikan massa aksi banyak kita saksikan Parlemen sering didatangi oleh massa aksi. Ini mennandakan Parlemen tidak begitu penting adanya, hanya menambah beban negara. Apalagi dua lembaga dipimpin satu darah, sangat besar kemungkinan terjadi penyimpangan. Ketajaman chack and balance tumpul.

Gusdur (1940-2009) Presiden RI pun demikian pernah berucap Parlemen tidak  jauh beda dengan taman kanak-kanak, di sana hanya permainan ramah temeh tidak terlalu menghasilkan hal lebih substansial keberadaannya. Senada dengan Fahri Hamzah, eks Parpol PKS sering ditekan oleh Partainya apabila menyangkal regulasi melanggenkan oligarki Partai.
Sejatinya mereka yang telah terpilih menjadi wakil rakyat semestinya mengutamakan kepentingan mayoritas Rakyat, bukan berselimut dengan Parpol dan Eksekutif.

Disinilah rohnya kehadiranya intelektual guna memberikan obor pencerahan. Bukan mengikuti para wakil rakyat lebih banyak berpangku tangan, tidak bergetar hatinya merubah realitas sosial yang menindas.

Apalagi hanya datang kerumah atau tempat berkumpul yang telah diagendakan oleh calon legislatif maupun eksekutif hanya menjelaskan hal-hal yang ramah temeh, misalnya hanya menyebarkan Spanduk, Foto, nomor, dan dari partai pengusungnya. Dan tidak membahas secara berkelanjutan pendidikan politik pada Masyarakat yang dimana tempat ia akan dipilih. Apalagi spanduknya  merusak lingkungan hidup, mengotori ruas jalan, dan pakunya tertancap pada pohon-pohon.

Dari rentetan goresan tangan di atas merupakan gambaran umum untuk terus menggali khasanah ilmu pengetahuan sebagai instrumen pencerahan diri, masyarakat, demi terwujudnya peningkatan kehidupan yang adil dan makmur.

Dan kaum muda memiliki keistimewaan tersindiri dalam mengawal roda pemerintahan sebagai mengetuk pintu rumah kekuasaan ditengan kekoncangan dalam melalaikan amanah Rakyat. Kembali saya kutip kata mutiara dari Bapak Revolusioner Indonesia bahkan beliau merupakan cikal bakal berdirinya NKRI dengan “Nar Republik”, Tan Malaka, mengatakan: kemewahan terakhir bagi kaum muda adalah Idealismenya. Sebab ketika suprastruktur bermain lumpur di belakang panggung, maka kaum mudalah sebagai Mahdinya, yang akan meluruskan perkara ketimpangan pada realitas sosial.

(Tim.TaroaInfo.Com)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • RUANG GELAP SUPRASTRUKTUR

Terkini

Topik Populer

Iklan