Iklan

Iklan

IMPLEMENTASI KETIDAKADILAN

Editor
6/11/20, 14:52 WIB Last Updated 2020-06-11T07:52:42Z

“Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil-[Q49:9]”

Bima. TaroaInfo.Com- Aristoteles, seorang filsuf Yunani Klasik yang hidup 384 SM–322 SM. Ia merupakan salah satu muridnya Plato. Murid yang punya memiliki pemikiran berlawanan dengan gurunya. Plato memiliki pemikiran, bahwa “pengetahuan yang benar bearawal dari refleksi terhadap ide-ide abstrak”. Sedangkan Aristoteles muridnya, memiliki pemikiran bahwa “pengetahuan yang benar datang dari pengamatan terhadap dunia sekeliling”. Pada dasarnya setiap manusia memiliki tujuan hidup berbeda-beda, sesuai dengan dasar pemikirannya, dan itu merupakan hak asasi, hak dasar yang ada pada manusia. Dan untuk menemukan tujuan diperlukan Etika. Tujuan puncak kehidupan manusia dalam hidup bukan hanya harta, jabatan, kehormatan, tetapi kebahagiaan.

Namun kebahagiaan hidup ditentukan bagaimana merefleksi rasional terhadap moralitas. Untuk mencapai kebahagiaan tidak terlepas keadilan yang ditegakan untuk mencapai kebahagiaan secara bersama tanpa tumpang tindih kepentingan yang lain. Dua jenis keadilan menurut Aristoteles, yaitu: Keadilan Universal (Universal Justice) dan Keadilan Khusus (Particular Justice). Keadilan Universal yaitu semua jenis kebajikan-keadilan moral. Keadilan Khusus yaitu keadilan distributif, pembagian kekayaan dan beban yang tepat dan layak di tengah masyarakat-persamaan hak, equality.

Dari mengetahui jenis keadilan khusus, kita mampu membedakan dan menegakkan jenis-jenis ketimpangan sosial akibat ketidakadilan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Keharmonisan hidup bermasyarakat tidak terlepas dari penegakkan supermasi hukum, Sehingga terwujud keharmonisan hidup bermasyarakat.

Lima jenis keadilan khusus diataranya adalah: pertama, keadilan komutatif adalah keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasanya. Intinya harus bersikap sama kepada semua orang, tidak melihat dari segi manapun. Contohnya, pertama: Siswa memperoleh hak dan tugasnya sebagai pelajar sama seperti pelajar lain, tanpa membeda-bedakan kepintaran, baik buruknya maupun kaya atau miskin. Kedua: Seorang koruptor tetap dikenai sanksi tanpa melihat ia memiliki kedudukan tinggi dalam Negara, baik itu Presiden, Menteri, atau DPR akan tetap dikenai hukum yang setimpal sesuai mekanisme hukum berlaku.

Kedua, Keadilan Konvesional adalah keadilan yang mengikat warga Negara karena didekritkan melalui kekuasaan khusus. Keadilan ini menekankan pada aturan atau keputusan kebiasaan yang harus dilakukan warga Negara yang dikeluarkan suatu kekuasaan. Intinya seorang warga Negara telah dapat menegakkan adil setelah menaati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam sistim pemerintahan. Contohnya: menjalankan peraturan lalu lintas; taat membayar pajak; memiliki Kartu Tanda Penduduk; dsb.

Ketiga, Keadilan Kodrat Alam adalah keadilan yang bersumber pada hukum alam atau hukum kodrat. Hukum alamiah ditentukan oleh akal manusia yang dapat merenungkan sifat dasarnya sebagai mahluk yang berakal dan bagaimana seharusnya kelakuan yang patut diantara sesame manusia. Intinya memberikan sesuatu sesuai yang diberikan oleh orang lain kepada kita. Contohnya: Pebuatan yang baik atau buruk tentu akan mendapat balasan yang setimpal sesuai perbuatan itu sendiri. Jadi ketika seseorang berbuat baik kepada orang lain, maka orang lain juga akan berbuat baik kepadanya.

Keempat, Keadilan Perbaikan adalah keadilan yang dimaksudkan untuk mengembalikan suatu keadaan atas status kepada kondisi yang seharusnya, dikarenakan kesalahan dalam perlakuan atau tindakan hukum. Contohnya: seseorang memiliki status atau keadaan terpidana, namun diberikan keluasaan menjadi orang bebas karena terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan dalam perlakuan hukum. Atau seseorang bersalah merminta maaf kepada masyarakat karena telah mencemarkan nama baik seseorang tanpa adanya bukti otentik (tidak sesuai dengan fakta yang ada).

Kelima, Keadilan Distributif adalah keadilan yang diterima seseorang berdasarkan jasa-jasa atau kemampuan yang disumbangkannya (sebuah prestasi). Keadilan ini menekankan pada asas keseimbangan, yaitu antara bagian yang diterima dengan jasa yang telah diberikan. Contohnya: pemberian nilai pada mahasiswa sesuai prestasi yang telah dicapai atau diraihnya selama satu semester.

Lima jenis keadilan khusus menurut Aristoteles di atas perlu dan ditindaklanjuti oleh kita yang ingin mewujudkan kehidupan yang adil dan bermartabat, sebagai konsekuensi nilai dasar manusia yang cinta akan kehidupan yang adil dan makmur demi kebahagiaan hidup. Paling banyak ketimpangan kehidupan yang terjadi ketidakadilan jenis Distributif. Banyak pemerasan yang terjadi disini. Contohnya eksploitasi terhadap tenaga buruh yang dilakukan oleh para konglomerat industri.

Ketidaktahuan kita pada keadilan distributif ini mengakibatkan para buruh menerima perjanjian yang dilakukan oleh pihak industri yang sangat eksploitasi, Ini semua tidak terlepas dari turunan regulasi yang dibuatkkan oleh pejabat yang berwenang, efeknya hasil kerja buruh berbanding lurus dengan upahnya. Apa yang terjadi? Pihak Industri menagambil keuntungan yang sangat besar terhadap nilai kerja buruh. Inilah ketidakadilan yang akan mengakibatkan yang kaya makin kaya yang miskin makin melarat. Kekayaan hanya beredar pada golongan atas.

Contoh kasus: Si A menerima kontrak kerja dari Industri B selama 3 tahun untuk bekerja pada industrinya. Ia digaji setiap bulannya sesuai dengan upah minimal yang berlaku pada daerah itu, sebesar Rp. 1.8 Juta. Dalam sehari si A akan bekerja sebanyak 8 Jam. Prodak ia hasilkan baju Kaos setiap harinya 40 lembar. Sebanyak 40 lembar ini akan dikalikan 26 hari dan menghasilkan 1040 lembar. Dan akan dipasarkan setiap lembarnya Rp. 80 rb. Jadi, 1040 lembar dikali dengan Rp. 80 rb sama dengan Rp. 83.200.000. Jika kerjanya selama 3 tahun berarti 3 tahun dikali 12 bulan dikali Rp. 83.200.000 sama dengan Rp. 2.995.200.000,-. Kemudian dikurangi dengan gaji selama 3 Tahun. Jumlah harga produk selama tiga tahun Rp. 2.995.200.000 kemudian dikurangi dengan Rp.64.800.000 sama dengan Rp. 2.895.200.000.

Sebesar Rp. 2.895.200.000 sisa hasil kerja. Itu merupakan keuntungan yang didapat oleh industri. Ini baru perorang yang dihitung. Jadi bagaimana suatu industry yang mempunya tenaga kerja sampai ribuan. Ratusan Trilliun dieksploitasi.

Untuk mengetahui lebih jelasnya modal awal, gaji buruh, modal bahan, dsb, perlu dilakukan studi lapangan. Dengan melakukan studi lapangan kita akan mendapatkan kebenaran ketidakadilan yang terjadi pada dunia industri.

Betapa banyak keringat, air mata, dan darah buruh dijadikan tumbal bagi pemodal, yang punya industri. Itulah contoh ketidakadilan distributif seperti yang dibahas di atas. Ketimpangan ini tidak lain dari produk hokum, regulasi, dan penegakan hukum yang tidak berpihak pada pekerja, buruh, akar rumput menjadi tumpuan hidup.

Semoga kita sadar dengan apa yang terjadi pada negeri ini, semoga pula mata, telinga, dan hati kita senantiasa kita pergunakan untuk melihat, mendengar dan merasakan jeritan dari rakyat yang tertindas karena haknya dirampas, sehingga pada akhirnya kita senantiasa memihakkan diri kita pada nasib mereka yang menjadi korban kerakusan manusia lalim. Menutup tulisan ini penulis mengajak pembaca untuk mengingat dan merenungkan kembali pesan dari Imam Ali bin Abi Thalib bahwa “Penindas dan yang tertindas (tapi tidak melawan), sesungguhnya sama-sama menggunting keadilan”. (Tim.TaroaInfo.Com)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • IMPLEMENTASI KETIDAKADILAN

Terkini

Topik Populer

Iklan