Iklan

Iklan

INTELEKTUAL KOLEKTIF, BERSATULAH!

Editor
6/13/20, 18:21 WIB Last Updated 2020-06-13T11:21:12Z


Oleh: Fathur, mahasiswa Pascasarjana UNY

Bima. TaroaInfo.Com- Anak-anak selalu minta lampu untuk menerangi dunianya tetapi orang tua tidak mau diberikan lampu, kecuali orang tua yang bijaksana. Begitulah kata mutiara yang pernah dilontarkan oleh Plato (Yunani, SM 427-347). Kelakuan orang tua yang menganggap kebenaran mutlak berada padanya. Apalagi sudah berderet dan berlapis gelar dan duduk aman dikursi kekuasaan.

Pemuda yang tercerahkan
menjadi harapan, ia sebagai pemantik api, memberikan cahaya. Iyalah yang hadir membawa lampu kepada siapa saja yang mau menerima dengan lapang dada. Mengajak diksusi, diskursus--dialektika.

Progresitas pemuda ditengah kebisingan para pemerintah yang tidak beretika baik dalam mengurus daerah suatu pertanda idepedensinya yang terus merawat keharmonisan hidup. Keberadaannya menegakkan nilai-nilai kebenaran. Disatu sisi dia membela kaum lemah dan disatu sisi dia meluruskan jalan penindas. Berbahagialah orang tua yang mampu membaca tujuan pergerakkan anak-anaknya.

Sebutlah beberapa kelalaian pemerintah selaku orang tua atau lebih tepatnya para pelayan publik; kelalaian dalam mengurus struktur pemerintahannya. Berbagai macam jenis kebatilan ditemukan di daerah, seperti saat ini dihadapi kita bersama ekpoloitasi melalui regulasi pembayaran rapid tes kovid-19 sampai setengah jutaan padahal ditengah asap dapur makin tipis, jalan raya tidak diperhatikan, harga pupuk, menurunnya harga panen, pembunuhan, dan banyak ketimoang sosial lainnya yang tidak bakalan satu persatu disebutkan.

Ditemukan hal-hal di atas tidak terlepas kurangnya pengawasan para struktur daerah-DPRD mengawas Bupati, Wakil Bupati, dan OPD. Bupati, Wakil Bupati, dan OPD menjalankan perundang-undangan disemua lini daerah pemerintahannya tanpa memandang bulu.

Apabila para penyelenggara kebijakan publik ini melalaikan kinerjanya, mudah kita menemukan hal-hal buruk terjadi di tengah masyarakat. Dari sinilah pemuda yang tercerahkan harus mengambil andil dalam merubah paradigma masyarakat setempat untuk mengajak, mendidik, dan melakukan penyadaran terhadap saudara-saudara di sekitar daerah untuk merubah pola pikir dan bertindak untuk menegur orang-orang yang telah diamanatkan dalam menjalankan kebijakan publik.

Disamping ketidaktahuan pemuda pada posisi sosial akan semakin mempertebal status qou kebatilan. Pemuda yang tercerahkan perlu duduk melingkar untuk memberikan pendidikan dan penyadarannya untuk bergerak bersama, biasa Pierre Bourdieu (Prancis, 1930-2002) menyebutnya Intelektual Kolektif.

Pemuda yang sadar akan tanggung jawab sosialnya, tidak membedakan dari strata sosial mana ia berada, eks kampus mana, eks organisasi apa pernah dibesarkan. Ia akan menggunakan kuku dan taringnya untuk mencakar dan mencabit manusia-manusia lalim, yang merampas, mengeksploitasi hajad hidup bersama. Itulah eksistensi Republik yang kita cita-citakan, selama jalan nalar tidak ditemu lagi titik temu.

Dari situlah kesatuan akan  muncul. Bersatulah anak muda yang tercerahkan, runtuhkan para politik elitis yang berada ditengah-tengahmu yang hanya mengangkat baik-baik saja pada dirinya dan membuang dan mengangkat yang buruk pada lawan politiknya. Apalagi hanya membutuhkan suara tanpa mampu membangun nalar kritis, menerima kritikan, dan memberikan secercah cahaya yang mencerahkan.
(TR/Tim)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • INTELEKTUAL KOLEKTIF, BERSATULAH!

Terkini

Topik Populer

Iklan