Iklan

Iklan

Persaingan Geopolitik Iran-Arab Saudi: Dinamika, Implikasi, dan Pelajaran Bagi Indonesia

Editor
12/16/24, 15:32 WIB Last Updated 2024-12-16T08:37:42Z
Foto Penulis/Dok.Ist.


Penulis oleh: Zainul Muttaqin Mahasiswa Pascasarjana Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, SKSG Universitas Indonesia

 

Ketegangan di Timur Tengah telah lama menjadi cerminan dari persaingan geopolitik antara Iran dan Arab Saudi. Dua negara ini tidak hanya mewakili kekuatan regional utama, tetapi juga simbol rivalitas ideologis yang mendalam antara Sunni dan Syiah. Pasca-konflik Iran-Israel pada 7 Oktober 2024, rivalitas ini semakin memperumit dinamika kawasan, dengan dampak luas yang melampaui batas regional.

 

Ideologi Sebagai Basis Konflik: Sunni vs Syiah

Akar konflik Iran-Saudi dapat ditelusuri hingga perpecahan Sunni-Syiah yang telah berlangsung selama berabad-abad. Iran, dengan ideologi Syiah Imamiyah, berupaya memperluas pengaruhnya melalui jaringan kelompok milisi seperti Hizbullah dan pemberontak Houthi di Yaman. Sebaliknya, Arab Saudi, yang didasarkan pada Wahhabisme, memimpin dunia Sunni dan memanfaatkan aliansi strategis dengan negara-negara Teluk, Mesir, hingga dukungan tidak langsung dari Israel.

 

Konflik ideologis ini bukan sekadar persaingan doktrinal. Dalam konteks geopolitik, Sunni-Syiah menjadi alat mobilisasi politik yang digunakan kedua negara untuk membangun pengaruh. Di Suriah, misalnya, Iran mendukung rezim Bashar al-Assad, sementara Saudi mendukung oposisi Sunni. Di Yaman, konflik semakin dalam ketika Saudi meluncurkan koalisi militer untuk menekan pemberontak Houthi yang didukung Iran.


Eskalasi Konflik Pasca 7 Oktober 2024

Konflik Iran-Israel menambah dimensi baru dalam rivalitas ini. Ketegangan dipicu oleh serangan militer yang memperkuat persepsi ancaman di kawasan. Iran, melalui dukungannya terhadap Hizbullah dan kelompok milisi Palestina, memperkuat aliansi regionalnya sebagai respons terhadap tekanan Israel dan sekutunya. Di sisi lain, Arab Saudi, meskipun secara resmi tidak bersekutu dengan Israel, diam-diam menyelaraskan kebijakan untuk melawan pengaruh Iran.

 

Konflik ini memperburuk polarisasi di kawasan. Kehadiran aktor eksternal seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China semakin memperumit situasi. AS dan Israel memperkuat aliansi dengan Saudi, sementara Rusia dan China mempertahankan hubungan strategis dengan Iran. Hasilnya adalah “Perang Dingin Timur Tengah” yang berdampak langsung pada stabilitas global.

 

Implikasi Ekonomi: Krisis Energi Global

Selat Hormuz, jalur perdagangan minyak utama dunia, menjadi simbol kerentanan ekonomi global akibat ketegangan geopolitik ini. Sekitar 21% pasokan minyak dunia melewati selat ini setiap hari, menjadikannya titik krisis jika konflik bereskalasi. Lonjakan harga minyak global yang mencapai $120-$130 per barel berpotensi menciptakan tekanan inflasi di negara-negara pengimpor, termasuk Indonesia.

 

Indonesia, yang sangat bergantung pada impor energi, menghadapi risiko ganda: kenaikan harga bahan bakar yang memicu inflasi dan meningkatnya defisit anggaran akibat subsidi energi. Menurut estimasi, kenaikan harga minyak sebesar $1 per barel dapat membebani APBN hingga Rp500 miliar. Hal ini menunjukkan perlunya diversifikasi sumber energi domestik dan penguatan ketahanan energi untuk menghadapi dampak global.

 

Dampak terhadap Indonesia: Diplomasi dan Ketahanan Energi

Indonesia, sebagai negara mayoritas Muslim dengan posisi strategis di Indo-Pasifik, perlu memanfaatkan pengaruhnya untuk berperan dalam diplomasi internasional. Persaingan Iran-Saudi membuka peluang bagi Indonesia untuk mendorong inisiatif damai melalui platform multilateral seperti OKI, sekaligus memperkuat hubungan bilateral dengan kedua negara demi stabilitas kawasan.

 

Di sisi lain, ketergantungan Indonesia pada impor minyak menyoroti urgensi pengembangan energi terbarukan. Indonesia dapat mempercepat transisi energi hijau sebagai langkah strategis untuk mengurangi dampak volatilitas pasar minyak global. Investasi pada teknologi energi terbarukan tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam isu keberlanjutan.

 

Kesimpulan: Pelajaran dari Rivalitas Geopolitik Timur Tengah

Persaingan Iran dan Arab Saudi memberikan pelajaran penting tentang bagaimana konflik ideologis dapat memengaruhi stabilitas regional dan global. Ketegangan ini menggarisbawahi perlunya pendekatan diplomasi yang inklusif, pengelolaan energi yang berkelanjutan, dan kolaborasi internasional untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

 

Bagi Indonesia, tantangan ini juga menjadi peluang untuk menunjukkan kepemimpinan di arena global, memperkuat hubungan diplomatik, dan membangun ketahanan energi yang lebih tangguh. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya bertahan dari dampak rivalitas global tetapi juga menjadi bagian dari solusi untuk stabilitas yang lebih luas.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Persaingan Geopolitik Iran-Arab Saudi: Dinamika, Implikasi, dan Pelajaran Bagi Indonesia

Terkini

Topik Populer

Iklan