Iklan

Iklan

Cawe-Cawe Politik di Tubuh HMI

Editor
10/02/23, 10:33 WIB Last Updated 2023-10-02T03:35:30Z
Foto: Penulis Arjuanto/ Dok: Istimewa. 


MATARAM, TAROAINFO.COM.-Pergoalakan politik elit kuasa mempengaruhi kaderisasi organisasi-organisasi sebagai wadah pengembangan generasi peradaban bangsa. Hal ini juga berdampak pada oranisasi HMI yang semulanya mengandalakan ide sebagai jalan ideal bagi kemajuan organisai, berpindah menjadi praktisi-praktisi dengan mengandalkan lobi-lobi politik sebagai kunci keberhasilan organisasi. 


Umumnya interaksi antara kader HMI dari generasi ke- generasi salah satu usahanya dengan metode "transfer of knowladge" tidak lagi diandalkan dalam menjawab  problematika peradaban ditengah iklim pengetahuan yang semakain kompleksitas: baik itu di tingkat cabang maupun komisariat, namun lebih pada pembahasan politik praktis  dari pada mensponsori gagasan. 


Alhasil peta perkaderan dan perjuangan HMI dengan segala doktrin manajemen,leadership, keislaman,kehmian,dan keindonesiaan tersingkirkan oleh budaya-budaya politik. Apalagi kita memasuki momentum politk. Tidak menutup kemungkinan cawe-cawe politik di tiap komisariat maupun cabang adalah kelaziman. Akibatnya, komisariat dan cabang tidak lagi membangun diskursus pengetahuan mulai dari neoklasik sampai isu-isu kontemporer. 


Ini menunjukan intelegensi kader tidak lagi dipentingkan : lebih pada melegitimasi alur politik dan tukar tambah jabatan didalam tubuh HMI. Sangat disayangkan, integritas sebagai dasar investasi organisasi berubah menjadi interaksi politik, yang umumnya zalim menjadi lazim.


Secara integratif konsep Iman, ilmu dan Amal sebagai cara kerjanya, dimana semua bersinergi dan berintegrasi satu sama lain dalam keseimbangan inteligensi individu kader — dimana imdepedensi: kader dan organisasi sebagai pengejewantah dalam integritas kader sebagai upaya memberikan kontribusi bagi bangsa berupa ide maupun gagasan produktif terabaikan. 


Diskirsus mengenei ilmu dan pengetahuan ternyata tidak lagi dibangun dalam menafsirkan tujuam HMI. Dimana kader seharusnya diajarkan untuk berinteraksi dengan ilmu dan pengetahuan. Tetapi kini menjelma menjadi instrumen (alat politik) upaya membentuk basis masa. Tidak menjadi sangat urgensi upaya pembentukan individu kader sebagai insan pembaharu, melainkan lebih pada menyusun partikel-partikel dalam membentuk skema politik yang kolot. Akibatnya, pengkaderan mengalami pasang stagnanisasi di tingkat komisariat maupun cabang.


Pada akhirnya HMI adalah sebuah organisasi poltik yang dimana kader dipaksa mengikuti skema yang sudah ditentukan.  Seyogianya, HMI sebagai penunjang dalam menjawab tantangan jaman, bukan lagi menjadi harapan prioritas melainkan HMI kini lebih memilih atau mensponsori kemenangan politik nantinya. Alih-alih legitamisasi jalannya organisasi, dan pada kenyataannya keder dijadikan sebagaj kayu bakar untuk meraih kepuasan politik. 


Kedepannya, mungkin kita tidak lagi melihat dan kembali kepada basic, back to basic; dengan menjaga sistem perkaderan dari intervensi, dan mengawal proses pendidikan kader menjadi insan ulil albab, namun kita akan menemukan transaksi jabatan dalam melegitimasi alur politik peaktis.


Penulis: Arjuanto (Ketua HMI Komisariat Bintang UIN Mataram). 


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Cawe-Cawe Politik di Tubuh HMI

Terkini

Iklan